PASURUAN | KABAR PRESISI – Sebuah konflik lahan yang berujung pada tindakan kasar oknum perangkat desa mengguncang Desa Pejangkungan, Minggu (23/11/2025).
Insiden yang terjadi sekitar pukul 10.40 WIB ini bermula dari upaya penghentian paksa penggalian pondasi rumah milik seorang warga.
Berdasarkan penelusuran, konflik dipicu dua masalah. Pertama, adalah perselisihan terkait pemotongan kayu yang melibatkan sang pemilik tanah, yang saat kejadian justru berada di luar kota (Malang).
Pemicu utama keributan adalah penggalian tanah untuk pondasi oleh pemilik tanah berinisial MF.
Perangkat desa berinisial TH diduga melakukan tindakan kekerasan dan intimidasi untuk menghentikan pekerjaan tersebut.
Alasannya, pembangunan pondasi itu dikhawatirkan memutus akses jalan satu-satunya yang digunakan sejumlah warga.
“Perangkat desa merasa iba terhadap warga kalau lewat kemana,” ujar seorang sumber yang mengetahui kejadian tersebut.
Tindakan oknum perangkat desa tersebut tidak hanya tidak pantas, tetapi juga berpotensi melanggar Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), khususnya:
1. Pasal 335 KUHP tentang Penganiayaan Ringan: Menyangkut tindakan kasar yang dialami oleh pemilik tanah. Pasal ini mengancam pidana penjara paling lama satu tahun karena melakukan penganiayaan ringan.
2. Pasal 368 KUHP tentang Pemerasan: Terkait dengan upaya menghentikan paksa penggalian dengan cara kekerasan atau ancaman, yang dapat dikategorikan sebagai pemaksaan kehendak. Ancaman pidananya adalah penjara paling lama sembilan bulan.
Kepala Desa Pejangkungan, Hj. Gofor, bersama Carik desa berhasil meredakan ketegangan dan mendamaikan kedua pihak dalam mediasi pertama.
Solusi ditawarkan, yakni pembelian sebagian tanah MF untuk akses jalan umum, namun ditolak tegas oleh ibu pemilik tanah.
Mediasi lanjutan di rumah Misbahul (kakak dan ahli waris MF) sempat membuahkan hasil. Misbahul menyetujui pemberian akses jalan dan bersedia membuat surat pernyataan.
Namun, kesepakatan itu runtuh keesokan harinya. Misbahul menarik kembali persetujuannya setelah menerima bukti video dari adiknya (MF) yang diduga kuat memperlihatkan momen intimidasi yang dialami ibu mereka oleh oknum perangkat desa saat keributan terjadi.
Dengan batalnya kesepakatan, upaya pencarian solusi pun kembali ke titik nol. Kepala Desa Hj. Gofor mengakui kesulitannya menemukan jalan keluar.
“Kami berharap warga dapat menjaga kerukunan dan tidak terjadi bentrokan lagi di masa mendatang,” ujarnya, menutup wawancara.
Hingga berita ini diturunkan, konflik tersebut masih belum menemui titik terang, dengan warisan ketidakpercayaan yang dalam akibat tindakan kekerasan yang terjadi di awal.(Hur)












