PASURUAN | KABARPRESISI – Pada hari Senin (23/04/2024) Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Pasuruan digeruduk ratusan perempuan yang berprofesi sebagai pemandu karaoke atau yang sering dipanggil LC (Lady Compaion).
Dari pantauan awak media ratusan LC memenuhi ruang audensi Gedung DPRD Kabupaten Pasuruan yang berada di Jl Raya Raci- Bangil, Desa Raci, Kecamatan Bangil, Kabupaten Pasuruan, Jatim, Indonesia, seolah olah ingin menggoyang gedung DPRD Kabupaten Pasuruan.
Diketahui, kedatangannya tersebut ternyata untuk menyampaikan aspirasinya kepada wakil rakyat dengan didampingi beberapa Aktivis salah satunya aktivis LSM senior dari Pusat Studi dan Advokasi kebijakan (Pusaka). Prinsipnya, para wanita pemandu karaoke tersebut mendesak agar Pemkab Pasuruan menerbitkan tentang penataan usaha hiburan atau Peraturan Daerah (Perda).
Dalam hal ini ketua LSM Pusaka bernama Lujeng Sudarto pada saat audensi berlangsung dirinya mengatakan,” sudah waktunya Pemerintah Kabupaten Pasuruan menerbitkan Peraturan Daerah Perda terkait tentang penataan usaha tempat hiburan. Eksistensi usaha hiburan seperti karaoke di Kabupaten Pasuruan memang tidak bisa dipungkiri lagi akan keberadaannya. Maka, Kebutuhan Perda tentang ini dinilai cukup mendesak.”ucapnya
Tak bisa dipungkiri mereka para LC yang ada di gedung DPRD ini kerja untuk kebutuhan sehari-hari. Yakni, menghidupi anak dan keluarganya. Ada yang untuk beli susu anaknya, dan juga ada yang ke peruntukannya bayar sekolah. Dari situlah mereka juga berhak untuk kerja. Namun, para pelaku usaha hiburan ini belum memiliki legalitas atas usahanya. Adapun tugas Pemkab Pasuruan itu sendiri melindungi, membina hingga mengawasi,” jelas Lujeng
Dirinya juga menambahkan,” Seperti yang kita ketahui ada beberapa di daerah lain di Jawa Timur yang sudah memiliki Perda yang mengatur tentang usaha hiburan. Seperti halnya Kabupaten Sidoarjo, Gresik, dan Tuban. Jadi, kami mengusulkan usaha hiburan ditata menurut atau berdasarkan zonasi. Yang mana ada pembagian wilayah dimana lokasi yang diperbolehkan dengan yang tidak diperbolehkan untuk tempat hiburan.
“Misalnya hanya ada tiga kecamatan yang diperbolehkan untuk mendirikan tempat hiburan. Setelah ditentukannya zonasi. Disitulah keberadaan tempat hiburan diatur lebih rinci dengan tidak diperbolehkan berdekatan dengan tempat peribadatan dan tempat pendidikan,” beber lujeng
Masih kata Lujeng, apapun nanti kebijakan pemerintah. Maka, pertama kali yang harus dilihat adalah kondisi perut rakyatnya. Jika kebijakan dibuat tanpa memikirkan dan melihat kesejahteraan rakyatnya, maka kebijakan itu akan menjadi absurd dan tidak ada nilainya.
Sementara itu, diluar gedung DPRD Kabupaten Pasuruan Muntiani pengelola Warkop menuturkan,” kami ini bekerja hanya untuk menafkahi keluarga dan untuk kebutuhan sehari-hari. Kami tidak menuntut banyak terhadap Pemkab Pasuruan. Hanya ingin bekerja dengan tenang dan nyaman. Tanpa dibayang-bayangi penutupan atau obrakan di tempat kami bekerja, seperti apa kita alami selama ini, hanya itu saja,” ringkas wanita berparas ayutersebut (San)